Tentu  tidak semua guru bahasa Indonesia dapat menerapkan metode ini karena  tidak semua guru bahasa bisa menyanyi apalagi mengajarkanya kepada siswa  siswa. Cara paling mudah adalah mendengarkan hasil rekaman yang berisi  puisi-puisi yang sesuai untuk diajarkan di jenjang pendidikan tertentu.  Puisi-puisi Taufiq Ismail dan Wing Kardjo yang penulis  sebutkan  di atas sesuai untuk usia SMP dan SMA dengan pertimbangan bahwa puisi  tersebut mudah untuk dipahami maknanya. Hasil rekaman berbentuk kaset  sudah lama dikenal orang. Cara kedua yakni dengan melibatkan guru  kesenian yang ada untuk mengajarkan bagaimana mengajarkan membaca notasi  dan melagukannya. Tahap pemaknaan tetap dilakukan oleh guru bahasa  bersangkutan. Puisi Cintaku Jauh Di Pulau atau Aku (Semangat)  karya Chairil Anwar sudah digubah dalam bentuk lagu oleh FX. Soetopo  dan RAJ. Soedjasmin. Kedua puisi tersebut, menurut Situmorang sesuai  diajarkan untuk tingkat SMU. 
Untuk  mendukung penerapa teknik musikalisasi puisi perlu sedikit penguasaan  unsur-unsur musik secara umum. Unsur-unsur musik yang dimaksud adalah :  nada, melodi, irama, harmoni, serta unsur pendukung lain seperti  ekspresi, dinamika, serta bentuk lagu. 
1.                                                                                          Nada
Nada  merupakan bagian terkecil dari lagu. Nada (tone) dalam pengertian musik  adalah suara yang mempunyai getaran tertentu dan mempunyai ketinggian  tertentu. Nada dalam tangga nada diatonis mempunyai jarak interval  tertentu juga. Dalam kegiatan musikalisasi puisi nada merupakan unsur  dasar.
2.                                                                                          Melodi
Nada-nada  (tone) di atas akan bermakna jika disusun secara horizontal dengan  lompatan-lompatan (interval) tertentu. Nada-nada yang disusun secara  horizontal dengan lompatan (interval) tertentu itu dinamakan melodi.  Melodi inilah yang kemudian menjadi kalimat lagu dan terdiri dari  frase-frase serta tema tertentu. Deretan melodi kemudian menjadi lagu.
3.                                                                  Irama
Irama  menentukan bentuk lagu. Irama di dalam musikalisasi puisi menjadi  sangat penting untuk memberi jiwa dari puisi yang diapresiasi. Puisi  yang bersemangat seperti “Aku”-nya Chairil Anwar menjadi lebih bermakna  dengan penggunaan birama 4/4 dengan tempo sedang serta perubahan tempo  accelerando (dipercepat) dan rittardando  (diperlambat). Birama (sukat) adalah (angka pecahan : 2/4, ¾, 4/4, 6/8, 9/8) yang merupakan petunjuk  akan  jiwa lagu. Puisi-puisi baladis Ebiet G Ade kebanyakan menggunakan  birama 4/4, sedangkan puisi-puisi religius Taufiq Ismail digubah Bimbo  dengan birama ¾. Meskipun birama ¾ kebanyakan digunakan untuk lagu-lagu  walz, tetapi ternyata serasi dengan puisi religius dengan orkestrasi  versi Bimbo.
4.                                                            Tangga nada
Penggunaan  tangga nada berpengaruh besar terhadap penjiwaan puisi. Di dalam musik  tangga nada diatonis (terdiri 7 nada pokok dan 5 nada sisipan) merupakan  tangga nada yang banyak dipakai dalam musikalisasi puisi, sedangkan  tangga nada pentatonic lebih banyak dipakai dalam seni musik tradisional  jawa (karawita) seperti macapatan. Penggunaan tangganada minor dipakai  untuk puisi-puisi atau lagu yang berjiwa melankolis, sendu, sedih, duka,  pesimistis. Sajak “Cintaku Jauh Di Pulau”-nya Chairil Anwar sangat  sesuai dengan tangga nada minor, sedangkan “Semangat”-nya Chairil Anwar  lebih gagah dengan menerapkan tangga nada mayor yang lebih dekat dengan  jiwa optimis, gagah, berani, riang, gembira.
Lagu-lagu  yang menggunakan tangga nada mayor memang kebanyakan bersemangat,  optimistis, dan riang, sedangkan penggunaan tangga nada minor lazimnya  digunakan untuk lirik-lirik yang melankolis, pesimistis, duka, lara.  Dalam seni musik, tangga nada mayor dan minor kadang-kadang digunakan  dalam satu lagu. Lagu “Sepasang Mata Bola”, ciptaan Ismail Marzuki  merupakan salah satu contoh penggunaan tangga nada minor. Awal lagu itu  menggunakan tangga nada minor sesuai dengan lirik bait 1 dan 2,  sedangkan pada bait refrain (bait yang sering diulangi) menggunakan  tangga nada mayor. 
Tangga  nada pentatonic (5 nada pokok) kebanyakan digunakan dalam seni musik  tradisional (seni karawitan). Namun demikian tangga nada ini juga sering  mewarnai penggunaan tangga nada diatonis minor, terutama laras pelog  yang memang bias disejajarkan dengan tangga nada diatonis.  
5.                                                            Tempo
Tempo  menentukan karakter lagu. Tempo secara umum adalah sesuatu yang  berhubungan dengan cepat lambatnya lagu dinyanyikan (musik dimainkan).  Dalam permainan musik, tempo dinyatakan dengan tanda yang merupakan  rambu-rambu yang harus ditepati dalam menyanyikan lagu. Pengelompokan  tempo terdiri dari golongan tempo cepat, tempo sedang, tempo lambat,  serta perubahannya. Kecepatan lagu diukur dengan alat pengukur yang  disebut Metronome buatan Maelzel. Metronome ini yang akan memberikan  petunjuk seberapa cepat dan seberapa lambat lagu dinyanyikan.
6.      Tempo lambat
Lento               =  lambat
Adagio                        =  lambat sedang
Largo               =  lambat sekali
7.      Tempo sedang
Andante          =  seperti orang berjalan
Moderato        =  sedang
8.      Tempo cepat
Allegro            =  cepat
Allegretto        =  agak cepat
Presto              =  sangat cepat.
9.      Tempo perubahan
Rittenuto (ritt)                         =  dipercepat
Accelerando (accel)                =  diperlambat 
A tempo (tempo primo)          =  kembali ke tempo semula.
6.                  Dinamik
Kadangkala  suatub lagu dinyanyikan dengan sangat lembut pada awal penyajian,  kemudian berangsur-angsur keras, atau mendadak keras,  kembali  melembut pada bagian tertentu, kemudian mengeras atau melembut pada  bagian akhir (ending). Perubahan keras-lembutnya lagu ini akan  memberikan nuansa penjiwaan pada penyajian lagu. Di dalam musik, keras  lembutnya lagu ini ditandai dengan rambu-rambu dinamik, sedangkan  tanda-tandanya disebut tanda dinamik yang berupa istilah maupun tanda  (signal). Rambu-rambu dinamik itu ditulis di bagian-bagian lagu yang  memerlukan perubahan keras-lembut. 
Sekadar gambaran, secara garis besar dinamik dibagi menjadi 2 bagian yakni :
                                                             a.      Tanda dinamik keras :
f =  forte, berarti keras
ff  = fortissimo, berarti sangat keras
fff = fortissimo assai, berarti sekeras-kerasnya
mf  = mezzoforte, setengah keras.
Keterangan  : batas antara forte dan fortissimo, serta fortissimo assai relatif  kecil, karena di dalam musik vocal batas dinamik tersebut tidak dapat  diukur dengan alat.
                                                            b.      Tanda dinamik lembut :
p =  piano, berarti lembut
pp = pianissimo, berarti sangat lembut
ppp = pianissimo possible, berarti selembut-lembutnya
mp  = mezzopiano, setengah lembut.
Keterangan  : batas antara piano dan pianissimo, serta pianissimo possible relatif  kecil, karena di dalam musik vocal batas dinamik tersebut tidak dapat  diukur dengan alat.
                                                             c.      Perubahan dinamik :
Perubahan  dinamik dibimbing dengan penggunaan tanda (signal) atau istilah pada  bagian lagu yang memerlukan perubahan. Tanda-tanda tersebut antara lain :
<          :  crescendo, berarti menjadi keras
                            >         :  decrescendo, berarti menjadi lembut
  <>        :  meza di voce, berarti menjadi keras kemudian kembali    menjadi lembut dalam satu frase,
7.                  Ekspresi
Ekspresi  menjadi  bagian terpenting dalam menyajikan sebuah lagu. Keberhasilan  menterjemahkan karya seni musik menjadi tantangan terbesar bagi seorang  penyanyi dalam membawakan sebuah lagu. Dalam lembaran musik, ekspresi  selain timbul secara alamiah dari seorang penyanyi (internal), juga  dapat dituntun dengan tanda (signal) berupa istilah, ungkapan dalam  bahasa asing. Istilah ekspresi itu lazimnya ditulis pada bagian awal  lagu setelah tanda birama (sukat), tetapi kadangkala juga ditulis di  bagian tengah lagu yang memerlukan perubahan ekspresi. Lagu “Cintaku  Jauh Di Pulau”, karya Chairil Anwar, digubah ke dalam lagu oleh F.X.  Soetopo dengan membubuhkan tanda ekspresi Andante Con Expresivo, yang  merupakan gabungan dari tanda tempo Andante, berarti pelan, dan Con  Expresivo, berarti dengan penuh ekspresi. Tentu saja setiap lagu  mempunyai ekspresi berbeda tergantung isi/tema puisi/liriknya. 
8.                  Harmoni
Harmoni  menjadi sangat dibutuhkan ketika musikalisasi puisi sudah sampai pada  tahap orkestrasi yang melibatkan unsur instrumen musik iringan. Pada  tahap ini peran iringan adalah memadukan unsur melodi, ritme, tempo,  dinamik, serta ekspresi lagu. Harmoni selalu dikaitkan dengan  keselarasan,  keserasian, dan keseimbangan antara unsur yang satu dengan lainnya. Di  dalam musik, harmoni juga berarti keselarasan antara unsur-unsur musik.  Pada seni musik karawitan Jawa, harmoni sering dikaitkan dengan istilah  ‘nges’, yaitu rasa musikal yang memadukan antarunsur, sedangkan dalam  musik umum, selain ‘nges’, harmoni juga berarti keterpaduan antara nada  satu dengan nada yang lain. 
Pengertian praktis dan sederhana,  harmoni  dalam musik diatonis adalah dua nada atau lebih (dwinada, trinada) pada  tangga nada diatonis dibunyikan secara bersamaan yang menghasilkan  perpaduan nada yang harmonis. Perkembangan berikutnya, gabungan  nada-nada tersebut dikelompokkan menjadi tingkata-tingkatan akor  (harmoni) yang kelak akan sangat memberi dukungan pada penyajian lagu. 
Pada  praktik penyajian musikalisasi puisi, peran harmoni ini ditumpukan  kepada instrumen harmonis, seperti (yang paling ringan) adalah gitar.  Gitar merupakan alat paling sederhana dan relatif mudah dalam membentuk  harmoni dalam musikalisasi puisi. Pada tingkat yang lebih sulit dan  relatif mahal, peran gitar biasanya digantikan oleh piano, harpa, atau  ansambel,  bahkan orkes besar seperti simponi. Rambu-rambu harmoni pada tulisan  musik (partitur) biasanya sudah ditulis oleh penyusun komposisi, namun  dalam musikalisasi puisi, rambu-rambu itu bukan harga mati, artinya  pelaku musikalisasi puisi dapat membuat variasi hiasan (ornamentasi)  musikal sejauh masih dalam batas wajar dan enak dinikmati dari segi  audio.
Penggunaan  harmoni manual pada piano untuk musikalisasi puisi sering kita  dengarkan pada penyajian lagu-lagu seriosa Indonesia seperti festival  pemilihan bintang radio dan televisi tahun-tahun 80-an, sedangkan  Bimbo, Ulli Sigar Rusady, Ebiet G Ade, banyak menggunakan gitar dan orkestrasi.
9.                  Bentuk Lagu
Bentuk  lagu yang dimaksud adalah komposisi lagu secara tertulis/tekstual.  Bentuk lagu akan tergantung kepada tipografi lirik yang diikutinya.  Kalimat lagu akan disesuaikan dengan struktur pembaitan puisi yang  dimusikkan. Puisi lama seperti pantun, seloka, gurindam yang mempunyai  struktur pembaitan baku  akan lebih mudah untuk dibentuk kalimat lagu, namun bukan berarti puisi  baru dengan tipografi yang tidak jelas pembaitannya tidak bias dibuat  lagu. Puisi-puisi Sutardji Calzoum Bacri bahkan bias dibuat komposisi  musik. 
Pada  sajak “Pahlawan Tak Dikenal” karya Toto Sudarto Bachtiar, pembaitannya  cukup membantu untuk dibuat komposisi lagu. Struktur kalimat lagu  menjadi mudah dipolakan. Sedangkan sajak “Semangat”, yang kemudian  diubah menjadi “Aku” oleh pengarangnya sendiri Chairil Anwar begitu  sulit memolakan pembaitan musik, namun demikian R.A.J.Soedjasmin,  penggubah lagu untuk sajak tersebut begitu manis dan rapi menyusun  kalimat lagunya sehingga sajak tersebut menjadi lebih bermakna ketika  dinyanyikan.